Menyamakan visi dan misi dari 18
kepala itu bukanlah hal yang mudah, masing-masing pribadi punya ritme hidup
yang berbeda, cara pandang dan tipe loyalitas yang juga berbeda. Mungkin hal
ini juga yang sebenarnya menjadi inti dari KKN, bagaimana berinteraksi dengan
sesama rekan KKN, bagaimana beradaptasi dengan lingkungan baru dan sekaligus
berbaur untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat dari bangku kuliah.
Kami adalah 18 orang terpilih yang
disatukan oleh program KKN dari berbagai fakultas dan tidak saling mengenal
satu sama lain, 18 orang yang terdiri dari 9 kaum adam dan 9 kaum hawa. Awalnya
sulit membayangkan akan tinggal bersama lebih kurang 50 hari dengan mereka yang
sama sekali asing buat saya. Namun sejak di amanatkan untuk menjadi sekretaris
nagari, saya sudah bertekat untuk selalu memulai komunikasi yang baik dengan 17
teman lainnya. Hal yang paling sulit adalah membuka komunikasi antar kami, saat
rapat juga minim pendapat dari rekan yang lain. Semua pendiam, kaku, pemalu,
dan akhirnya selalu menyelaraskan pendapat dengan ketua.
Tanggal 3 juni KKN resmi dimulai. Kost-an
saya pun resmi diangkat menjadi tempat mengumpulkan semua perlengkapan KKN,
teras kost-an juga mendadak padat dengan semua atribut KKN. Saat berangkat,
dengan berbekal doa dan gaya “sok dekat , sok akrab” , Alhamdulillah kami
sampai juga ditujuan dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Setibanya disawahlunto,
kami harus mengikuti serangkaian acara penyambutan mahasiswa KKN di kantor
walikota Sawahlunto dengan beberapa kelompok teman dari nagari lain yang juga
akan KKN didaerah sawahlunto.
Menjelang sore, perjalanan akhirnya
dilanjutkan ke lokasi KKN kami. Resiko yang harus dihadapi adalah jalan menuju
lokasi yang naik turun dan membuat sebagian dari kami mengalami “mabuk darat”,
dan saya adalah salah satu korbannya. Setibanya di Nagari Lunto Timur, kami
disambut hangat dengan kepala desa dan beberapa perangkat desa lainnya, hanya
butuh waktu sekitar 5 menit berjalan kaki kami sudah bisa sampai di rumah ibu,
rumah yang akan kami tumpangi untuk 50 hari kedepan, sedangkan untuk tempat
tinggal rekan-rekan kaum adam dinamakan dengan goduang, dibutuhkan waktu
sekitar 15 menit lagi untuk sampai ke goduang tersebut.
Suasana kikuk adalah hal pertama yang
saya rasakan, bagaimana tidak? Belum lagi beradaptasi dengan teman KKN,
sekarang langsung dihadapi dengan tempat tinggal sepaket dengan berpuluh-puluh
warga desa Lunto Timur yang sama sekali asing bagi saya. Tapi ya, inilah KKN.
Kuliah Kerja Nyata. Dari awal, parameter saya bukanlah tentang seberapa
berhasil praktek kimia yang dapat saya uji cobakan nanti, tapi seberapa banyak
golongan dari warga desa ini yang dapat saya rangkul bersama-sama, seberapa
kuat tali persahabatan yang dapat terbentuk, dan seberapa berat akhirnya nanti
warga desa lunto timur ini melepas kepulangan kami. Saya rasa hal itu jauh
lebih berharga untuk dijadikan target dari bentuk kesuksesan KKN ini.
Ternyata tidak butuh waktu lama untuk
berbaur dengan teman-teman seperjuangan KKN, sifat asli perlahan mulai
terbongkar. Beberapa teman yang dulunya terlihat kalem, pendiam, kalau mau
mengajukan pendapat saja terbata-bata, ternyata justru mereka adalah titisannya
sule, autis stadium akhir! Hahahaha..
Kalau boleh jujur, bisa jadi saya
adalah orang yang paling bahagia saat mengenal mereka semua. Seakan kami sudah
saling kenal lama, seolah tidak ada jarak yang membuat kami sungkan. Semua kami
kerjakan bersama-sama dan selalu diselingi tawa. Satu hal yang pasti akan
dirindukan adalah saat makan bersama. Kami sebagai kaum hawa, akan selalu setia
menunggu rekan-rekan adam kami datang. Setiap harinya kami seperti berlatih
untuk menjadi calon istri yang baik, makanan untuk mereka selalu sudah tersaji
dengan rapi. Untuk urusan perut kami selalu berikan yang terbaik. Hahaha..
momen saat makan bersama tidak akan pernah luput dari rebutan kerupuk, rebutan
gorengan, dan sebagainya. Seberapa banyakpun makanan yang tersedia, sudah pasti
dilahap habis. Kadang suka heran dengan ukuran lambung pria-pria ini.
Namun seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”, kurang
komplit rasanya persahabatan kami jika hanya berjalan mulus-mulus saja. Kami
juga pernah berantem, pernah menangis, pernah ngambek, ketua bahkan pernah
membatalkan rapat karena galau hahaha.. kalau diingat-ingat lagi sebenarnya
yang jadi pemicu masalah hanyalah hal-hal kecil. Tapi itu semua hanyalah
pemanis dalam KKN kami. Semua masalah dapat diatasi dan justru mempererat
kebersamaan kami.
Sudahkah kalian melihat sekelompok
pria dewasa, tampang sangar, bodi kekar menangis terisak-isak? Saya dan 7 rekan
hawa lainnya sudah! Mungkin ini akan jadi fenomena yang tergolong langka dalam
hidup saya. Hal ini terjadi tanggal 22 Juni 2013, hari dimana akhir dari KKN
kami. Saya yang sebelumnya memang sudah muram, tiba-tiba kaget ketika melihat
salah satu rekan adam kami menangis dalam pelukan warga Lunto. Keharuan
memuncak saat perpisahan dengan ibu dan keluarga. 8 orang rekan-rekan adam kami
mulai menitikkan air mata, beberapa bahkan menangis terisak. Siapa sangka, kaum
pria yang diidentikkan “pantang menangis”,
hari ini telah meruntuhkan pepatah tersebut.
“Hati mungkin memiliki dinding yang kuat, tetapi ketika rasa memiliki telah menjadi lebih besar dari
sebelumnya, saat kasih sudah lebih kuat dari biasanya, maka dinding hati
tersebut bisa saja roboh, bahkan untuk hati kaum pria seperti mereka..”
KKN telah memberikan banyak arti bagi
saya dan semua rekan-rekan lainnya. Bukan kami yang banyak memberikan ilmu
kepada warga, tapi justru kami yang belajar sangat banyak dari mereka. Tentang
apa itu kerja keras, ikhlas, sederhana, dan bersyukur atas sekecil apapun
nikmatNya.
Terimakasih BP KKN untuk semua
kesempatan. Terimakasih ibu wet sebagai DPL. Terimakasih rekan-rekan KKN
tercinta, dan terimakasih yang paling dalam untuk semua warga Lunto Timur,
Sawahlunto.
-aini-
doing this paper in order to finish her KKN's task
some of them aren't based on true story
we are not such that lovely after KKN is over
but ssst.. it's our secret, readers :')
hi all bondai, I miss US!